Kita menetapkan 10 November sebagai "Hari Pahlawan". Kita memperingati hari tersebut untuk mengenang dan merenungkan sikap dan perjuangan mereka yang menonjol keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, serta dalam memperjuangkan keadilan.
Dalam bahasa agama sehari-hari, para pahlawan yang gugur di medan juang juga dinamai syuhada' (jamak dari kata syahid). Membatasi arti kata tersebut hanya kepada mereka yang gugur, pada hakikatnya tidak sejalan dengan makna sebenarnya dari kata syuhada' (syahid). Dalam bahasa Al-Quran, kata yang terulang sebanyak 55 kali itu, tidak satu pun di antaranya yang secara eksplisit mengarah kepada arti gugur ataupun mati. Bahkan, Tuhan Yang Mahahidup Menamakan dirinya Syahid, dan Isa a.s. mengakui mengakui dirinya syahid selama masih berada (hidup) di tengah-tengah umatnya (lihat QS 5: 117). Dengan demikian, kita pun seharusnya memahami arti syahid (pahlawan) tidak hanya dalam konotasi kematian di medan juang.
Kata yang berpatron seperti syahid dapat bermakna subjek (pelaku) dan dapat pula bermakna objek (perlakuan). Syahid adalah yang menyaksikan dan/atau yang disaksikan, bukan hanya dalam arti diakui keluhuran pribadi serta pengorbanannya tetapi juga disaksikan dalam arti dilihat dengan mata kepala atau mata hati sikap hidupnya, guna dijadikan teladan dalam kehidupan ini.
Para nabi diutus sebagai syahid, yakni sebagai teladan, skala kebenaran dan tolok ukur kebaikan dan keburukan. Umat Islam juga dikehendaki Tuhan menjadi syuhada' 'ala al-nas yakni sebagai teladan dan patron bagi umat manusia. (Sayang, kini kita tidak mampu memerankannya). Para pahlawan adalah syuhada' dalam arti mereka adalah patron yang harus diteladani. Mereka - baik gugur maupun tidak - telah berjuang demi kebenaran dan berkorban demi kesejahteraan umum tanpa memperoleh atau menuntut imbalan (paling tidak yang setimpal). Sikap mereka inilah yang harus diteladani.
Di sisi lain, para pahlawan adalah syuhada' dalam arti saksi-saksi yang menyaksikan apa yang sedang kita perbuat. Mereka yang masih hidup di dunia memperhatikan kita guna membimbing dan meluruskan kesalahan-kesalahan kita melalui ucapan dan keteladanan mereka. Tanpa melaksanakan fungsi ini, mereka tidak wajar dinamai pahlawan (syuhada'). Sedangkan para syuhada' yang sebenarnya telah gugur - tetapi pada hakikatnya mereka masih tetap hidup (lihat QS 2: 154) - menjadi saksi-saksi atas segala sikap kelakuan kita di pentas kehidupan dunia ini. Mereka bangga dan berbahagia bila kita mengikuti jejak pengorbanan mereka. Sebaliknya, mereka kecewa bahkan malu dan merasa dicemarkan di hadapan syuhada' umat atau keluarga lain bila kita berperilaku buruk.
Dalam konteks inilah Nabi saw. memperingatkan: "Jangan permalukan orang-orang yang telah mendahuluimu dengan kelakuanmu yang tidak wajar." Apa dan bagaimana gerangan sikap dan keadaan para pahlawan ketika menyaksikan kita dewasa ini? Hanya Allah Yang Mengetahui. Dan, semoga mereka bahagia; semoga kita tidak mempermalukan mereka.[]
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 109-111
Tidak ada komentar:
Posting Komentar