Apakah yang dimaksud dengan kualitas?
Kata ini diartikan sebagai “tingkat baik dan buruk” atau “mutu dari sesuatu”. Namun demikian, tidak mudah mendefinisikan atau menentukan tolok ukurnya secara permanen, sehingga apa pun jawaban yang diberikan mirip dengan sentuhan tangan terhadap ekor gajah. Semakin banyak sentuhan, semakin beragam jawaban dan semuanya dapat benar, namun ia bersifat parsial. Secara gamblang Al-Quran mengemukakan dua kutub kualitas manusia, yaitu ahsan taqwim dan asfal safilin.
“Sesungguhnya Allah menciptakan manusia sesuai dengan peta-Nya,” demikian bunyi sebuah teks keagamaan Islam dan Kristen yang bisa ditemukan dalam Kitab Shahih Bukhari dan Perjanjian Lama. Teks ini dipahami sebagai adanya potensi pada diri manusia yang dapat menjadikannya mampu mencontoh sifat-sifat Tuhan dalam batas dan kapasitasnya sebagai makhluk. Karena itu pula, sebagian pakar menjelaskan arti keberagamaan sebagai “usaha manusia mencotoh Tuhan dalam sifat-sifat-Nya” dan dari hasil usaha itulah dicapai kualitas yang didambakan agama.
Semua manusia diciptakan oleh Allah dari debu tanah dan Ruh Ilahi. Apabila daya tarik debu tanah mengalahkan daya tarik Ruh Ilahi maka ia akan jatuh tersungkur sehingga mencapai tingkat yang serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah daripada binatang. Sebaliknya, bila Ruh Ilahi yang memenangkan tarik-menarik, manusia akan menjadi seperti malaikat. Tuhan tidak menghendaki manusia menjadi malaikat, tidak pula binatang, karenanya unsur kejadian harus dapat menyatu dalam dirinya, dan ketika itulah ia mencapai kualitas yang diharapkan.
Melalui debu tanah dan Ruh Ilahi, Allah menganugerahkan manusia empat daya: Pertama, daya tubuh yang mengantarkan manusia berkekuatan fisik. Organ tubuh dan pancaindera berasal dari daya ini. Kedua, daya hidup yang menjadikannya memiliki kemampuan mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mempertahankan hidupnya dalam menghadapi tantangan. Ketiga, daya akal yang memungkinkannya memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi. Keempat, daya kalbu yang memungkinkannya bermoral, merasakan keindahan, kelezatan iman, dan kehadiran Allah. Dari daya ini lahir intuisi dan indera keenam.
Apabila keempat daya itu digunakan dan dikembangkan secara baik, maka kualitas pribadi akan mencapai puncaknya, yaitu “suatu pribadi yang bariman, berbudi pekerti luhur, memiliki kecerdasan, ilmu pengetahuan, keterampilan, keuletan serta wawasan masa depan, dan fisik yang sehat”. Al-Quran menamakan kualitas hidup yang semacam ini dengan al-hayat al-thayyibah, dan untuk mencapainya dirumuskan dengan amal saleh.
Barangsiapa yang melakukan amal saleh, baik pria maupun wanita dalam keadaan dia beriman, maka pasti akan Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik (berkualitas tinggi) (QS 16: 97).[]
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 131-133
Tidak ada komentar:
Posting Komentar