Senin, 24 Agustus 2015

Cewek Lebih Banyak Pilihan, Tapi...

Cewek bukan cuma menikmati enaknya menjadi pihak yang mengambil sebagian besar keputusan dalam hubungannya dengan cowok lho. Kebebasan cewek jauh lebih luas daripada itu, dan melihat hal ini, sepertinya nasib cowok makin sial aja. Kalo kamu cowok, coba liat di sekeliling kamu. Berapa banyak cewek yang kerja sambilan (alias sambil nunggu cowok yang mau ngasih cincin berlian), nganggur, main-main aja, kerjanya menghamburkan uang ortu (atau uang pacar), sekolah gagal tinggal kawin, sengaja hamil buat menjerat cowok, dan sejenisnya?

Coba liat pengakuan seorang cewek di bawah ini. Mirip seperti kebanyakan cewek di sekitar kamu nggak?
"Abis kuliah saya pengen kerja dulu. Moga-moga aja kemudian saya ketemu Mr. Right. 1-2 tahun setelah nikah, saya pengen punya anak. Biar saya bisa merawat anak, mungkin nanti saya berhenti kerja. Kalo anak saya udah agak gede, mungkin saya mulai kerja lagi part time, biar waktu saya bisa fleksibel. Oh iya, saya juga ada hobi menjait lho. Mungkin nanti saya coba iseng-iseng merancang pakaian wanita. Jual kosmetik juga saya suka tuh, dan saya tertarik sekali buat iseng-iseng. Siapa tau laku. Kalo semuanya nggak jalan juga saya nggak usah takut. Kan ada suami saya. Siapa tau malah suami saya pengen punya anak lagi."
Pernah liat atau denger cerita nyata semacam itu? Kalo nggak pernah, kamu nggak usah pusing nyarinya. Tengok aja ke kiri dan ke kanan. Coba liat berapa banyak cewek yang sebentar mau kerja, sebentar mau stop, sebentar mau kerja lagi tapi parttime, sebentar cuti hamil, dan seterusnya. Liat juga yang sama sekali nggak mau kerja.

Apa sih maksud Prof di sini? Begini lho. Prof sih nggak ada problem sama apa pun MAUNYA cewek, tapi Prof punya problem besar sama cewek yang protes dan mengeluh melulu tentang apa yang mereka LAKUKAN. Kalo cewek merasa hidupnya nggak berarti dengan diam di rumah dan mengurus rumah tangga, kenapa nggak angkat pantatnya dan kerjain sesuatu aja? Kenapa dia harus menggerutu melulu sama suaminya soal susahnya jadi ibu rumah tangga? Kenapa dia harus ngomelin suaminya bahwa kerjaan rumah lebih berat daripada kerjaan cowok di luar rumah?

Terus terang aja, kalo kamu cowok, kamu nggak bisa punya pilihan seenak cewek. Kamu nggak bisa milih jadi bapak rumah tangga. Kamu nggak bisa milih diam di rumah untuk ngasuh anak, sementara istri kerja di luar rumah. Kamu nggak bisa juga berpenghasilan lebih kecil daripada istri kamu, karena nanti istri kamu mulai memandang kamu rendah. Dengan kata lain, kalo kamu cowok, seumur hidup tangan kamu "diborgol" ke meja tulis kamu di kantor (atau di mana pun juga kamu bekerja). Kecuali kamu nanti bisa jadi segelintir orang-orang hoki yang bisa santai menikmati masa pensiun, kamu BAKAL KERJA SAMPAI MATI!!!

Kalo kamu cowok yang nggak percaya perkataan Prof mengenai nasib cowok, coba aja kalo kamu nge-date sama cewek, kamu ikutin test Prof ini. Kalo cewek itu nanya mengenai cita-cita atau rencana masa depan kamu, kamu bilang bahwa kamu pengen ngurus rumah, ngasuh anak, dan ngerjain pekerjaan rumah tangga (nyuuci, masak, nyapu lantai, ngepel lantai, berkebun, betulin genteng bocor, dsb.). Kamu bilang juga kalo kamu lebih suka istri kamu yang kerja di luar, karena menurut kamu pekerjaan rumah tangga itu lebih berat dari pekerjaan di kantor. Coba kamu hitung berapa banyak cewek yang masih mau keluar nge-date sama kamu lagi! Prof jamin hasilnya NIHIL!!!

Sebaliknya, kalo cewek yang bilang seperti yang di paragraf sebelum ini, cowok hampir nggak pernah keberatan kan? Itulah sebabnya Prof bilang cewek lebih punya banyak pilihan. Mau berkarir bisa, mau jadi ibu rumah tangga pun bisa. Di lain pihak, cowok nggak punya pilihan. Dari kecil cowok udah diprogram untuk jadi kuda pekerja, dan sebagian besar kuda pekerja ini harus kerja sampai mati. Cowok nggak pernah bingung mikir mau kerja atau mau diem di rumah, karena pertanyaan semacam itu nggak perlu dipertanyakan lagi. Kalo cowok mau punya cewek, dia harus kerja sampai mampus.

Selain itu, siapa bilang pekerjaan rumah lebih berat daripada pekerjaan di luar rumah? Orang yang kerja di luar rumah gak bisa seenaknya. Kalo hari ini rasanya males, gak bisa tidur sampai siang dan masuk kerja lagi kalo malesnya udah hilang. Kalo sakit pun harus berusaha sembuh secepatnya, supaya bos gak berpandangan buruk. Orang yang kerja di luar rumah setiap hari kudu ngadepin macet di jalan dan menghirup asap beracun dari kendaraan bermotor, kudu rajin supaya dapet kenaikan gaji dan nggak dipecat bos, harus bertanggung jawab kalo hasil kerjanya ngaco, harus membina reputasi profesional, harus bersaing dengan rekan-rekan kerja, kudu ngikuti perkembangan lapangan pekerjaannya, kudu bisa nyelesaiin tugas dalam batas waktu yang diberikan bos, kudu bisa bertindak cool dan berkepala dingin dalam situasi mendesak, kudu bisa mempertahankan dirinya kalo ada kritik pedas dari orang lain, dan masih banyak lagi.

Di lain pihak, orang yang bekerja di rumah (misalnya, ngurus rumah tangga) nggak diteror oleh tekanan-tekanan macam itu. Kalo kerjaan rumah nggak beres, masih bisa sambung lagi keesokan harinya. Kalo hari ini males belanja makanan, mungkin bisa tinggal manasin makanan microwave yang ada di kulkas. Cewek yang masaknya nggak enak nggak bakal dipecat sama cowoknya. Cewek yang kerjanya males pun masih ketulungan kalo di rumah punya pembantu. Cowok yang kerja di luar rumah nggak punya kenyamanan kayak gini. Karena itu yah, cewek-cewek whiny (whiny = cerewet minta ampun)... STOP MENGGERUTU HARI INI JUGA!

Sebagai pencari nafkah utama, setiap hari cowok diuber-uber oleh cicilan rumah, cicilan mobil, rekening listrik, rekening telfon, pajak properti, iuran rumah tangga, uang sekolah anak (bagi yang udah punya anak), todongan cincin berlian (bagi yang udah mau nikah), biaya nge-date, dan masih banyak lagi. Suka atau nggak, cowok kudu lari lebih cepat daripada semua tuntutan itu. Yang lari kalah cepat harus menghadapi resiko ditinggal sama ceweknya.

Sialnya, kerja rodi cowok ini kurang mendapat penghargaan. Cewek memang selalu bilang kalo usaha mereka mengurus rumah tangga yang kurang dihargai dan kurang mendapat recognition dari masyarakat dan cowoknya sendiri. Prof bilang, mau dihargai kayak apa lagi? Udah jelas pekerjaan rumah tangga itu lebih santai dan lebih kecil resikonya. Bayangkan kalo cowok sampai kehilangan pekerjaannya. Salah-salah dua-duanya tinggal di jalanan!

Kerjaan rumah cewek nggak dievaluasi setiap 3 atau 6 bulan. Kalo kerjaan kurang beres pun nggak bakal ada penurunan gaji. Cowok (terutama cowok kaya) jarang keberatan kok punya cewek yang nggak begitu rajin dan pandai mengurus rumah.

Akhirnya, perlu Prof tekankan di sini bahwa kurangnya penghargaan bagi kerja keras cowok di luar rumah itu juga memberi beban tambahan bagi cowok. Hanya karena cowok dipandang sebagai kaum yang lebih kuat tenaganya daripada cewek, bukan berarti cowok bisa jadi superman yang pulang kerja masih kudu bantu istri/pacarnya ngerjain pekerjaan rumah. Ini salah satu penyakit sosial di jaman sekarang, terutama di kalangan cowok-cowok pussy goblok yang mau aja dipecut oleh pacar/istri mereka seperti kuda.

Kalo kamu adalah cowok yang mencari 100% nafkah bagi kamu sendiri dan pacar/istri kamu (mungkin juga bagi anak kamu), kamu berhak menolak untuk bantuin cewek kamu dalam pekerjaan rumah tangga. Kamu nggak punya kewajiban untuk nyapu lantai, mengepel lantai, cuci kamar mandi, masak, setrika pakaian, cuci pakaian, dan sebagainya. Apalagi kalo kamu punya pembantu rumah tangga. Udah jelas kerjaan cewek kamu semakin ringan lagi.

Cewek-cewek yang baca artikel ini pasti protes bahwa dalam hal ini posisi cowok enak sekali, karena tinggal keluarin duit untuk bayar tagihan-tagihan dan keperluan hidup. Yang mereka nggak pikirkan adalah kegigihan cowok untuk meras tenaga dan pikiran, serta kemauannya untuk membanting tulang dalam pekerjaannya setiap hari. Tanpa semua itu, cowok nggak bisa tinggal keluarin duit seenak jidat. Hei, mau datang dari mana duitnya? Memangnya jatuh dari langit? Memangnya ada orang yang nyumbang secara suka rela? Nggak ada!

Kenapa cewek cenderung berpikir kalo cowok enak-enakan dan tinggal merogoh kantongnya? Karena cewek hampir nggak pernah liat gimana susahnya cowok di tempat kerja. Karena cewek nggak dengar keluhan cowok yang memaksa dirinya setengah mati buat bangun setiap pagi dan pergi kerja, walaupun rasa lelah dari kerjaan di hari sebelumnya belum ilang. Karena cewek, terutama cewek cakep, nggak perlu kuatir seperti cowok mencemaskan keuangannya. Inilah penyebab dipandangnya cowok sebagai pihak yang "tinggal merogoh kantongnya".

Cowok yang nggak punya duit dianggap sebagai loser oleh cewek—nggak peduli cewek cakep atau cewek jelek. Begitu pula cowok yang jenis pekerjaannya kurang bergengsi, seperti supir taxi, tukang sampah, buruh pabrik, buruh bangunan, pekerja umum, dan lain-lain. Di negara maju seperti Amerika Serikat pun, di mana pekerjaan jenis ini jauh lebih tinggi gajinya, pandangan cewek terhadap cowok yang memilih pekerjaan macam itu nggak berbeda jauh.

Apapun argumentasi yang diluncurkan oleh cewek-cewek, pada akhirnya harga pasaran seorang cowok hanya berkisar pada hal-hal yang erat hubungannya dengan uang, kekuasaan, dan gengsi. Cowok yang nggak memilih (dan memiliki) hal-hal semacam itu biasanya kurang menarik bagi cewek-cewek.

Yang Prof persoalkan di sini bukanlah pilihan cowok yang terbatas. Itu memang udah nggak bisa diubah lagi. Yang Prof permasalahkan adalah komat-kamitnya mulut cewek yang nggak puas dengan pilihan hidupnya tanpa melakukan sesuatu yang nyata untuk mengubah ketidakpuasannya. Tentu aja, Prof juga mepuji cewek yang ngurus rumah tangga tanpa protes bahwa kegiatannya kurang dihargai sementara cowoknya cari uang di luar. Terutama, Prof acungkan dua jempol bagi cewek yang nggak memaksa cowoknya untuk membantu pekerjaan rumah kalo semua pemasukan 100% datangnya dari kerjaan si cowok di luar rumah. Buat cewek-cewek yang pendapatnya 180° berlawanan, SILAKAN NIKMATI JARI TENGAH PROF!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...