Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Minggu, 20 September 2015

Percakapan Pengantin

Cerpen Benny Arnas (Koran Tempo, 31 Januari 2010)

PERCAKAPAN mereka adalah gayung bersambut sepasang hati yang marun merahnya. Percakapan yang mengetuk gendang telinga penduduk langit. Percakapan sederhana dari sebuah kampung yang tak tertitik dalam peta, tak tertilik oleh sesiapa, pun tak terbetik dalam kabar. Namun, bila para nabi dan istri mereka, para sahabat nabi dan istri mereka, para tabi’in dan istri mereka, juga para wali dan istri mereka kita lupakan, maka percakapan pengantin yang belum genap setengah hari itu adalah mantra paling mustajab dalam peradaban. Jadi, petiklah pelajaran berkasih yang menjuntai dari dahan keajaiban yang tumbuh dari pohon ketulusan yang mereka tanam.

Minggu, 06 September 2015

Istri Pengarang

Cerpen Gunawan Tri Atmodjo (Jawa Pos, 30 Maret 2014)

HANYA manusia bodoh yang menganggap cemburu sebagai tanda cinta. Tapi adakah cinta yang datang tanpa kebodohan? Kau tak akan bisa menghindari cemburu tapi kau bisa mengolahnya. Jika gagal, mungkin jalan hidupmu akan berakhir sepertiku saat ini, mendekam di tempat ini dan berurusan dengan rekan-rekan seprofesimu sekarang ini. Mungkin juga kau tak akan percaya pada cerita cemburuku ini karena ini seperti kisah cemburu pada hantu. Sebaiknya kau menyimak ceritaku ini dengan saksama karena mungkin kau dapat belajar banyak darinya.

Minggu, 23 Agustus 2015

Suara-Suara Keramat

Sejak pindah ke perumahan "Pesona Lembah Hijau", Anggoro merasa lega. Setelah sekian tahun tinggal nomaden dari satu kontrakan ke kontrakan lain, akhirnya dia menemukan juga rumah 'idaman', meski agak jauh di pinggir kota.

Kamis, 28 Mei 2015

Separuh dari Kisah Hidup Pemuda Bernama Sabit

Cerpen Yovantra Arief

/1/

Orangtua Sabit adalah pasangan pegawai negeri yang sedang mengejar karir. Dengan tuntutan pekerjaan, keadaan ekonomi simpang siur dan kerja sampingan, mereka tidak punya waktu untuk memberi perhatian yang cukup untuk Sabit. Bocah kecil itu tidak mengendus persekongkolan di depan hidungnya: suatu pagi yang buta tahun 1997, mereka bertiga tiba di Sidoarjo. “Menjenguk Kakek,” kata ibu. Sabit senang berplesir. Kakek membawanya ke pasar lalu jalan-jalan di alun-alun kota dengan vespa biru muda. Pakde Broto mengajarkan naik sepeda dan Mbak Dian menemani bermain layangan. Ia tidur nyenyak dan bahagia malam itu.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...