Ibadah haji tidak dapat dipahami secara baik bahkan boleh jadi dapat menimbulkan kesalahpahaman bila tidak memahami siapa Nabi Ibrahim a.s. dan keistimewaannya. Karena ibadah tersebut berkaitan erat dengan pengalaman ruhani Nabi Agung itu.
Paling sedikit, ada tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi dan manusia lain, yang sekaligus dicerminkan dalam ibadah haji. Pertama, Ibrahim menemukan Tuhan melalui pencarian dan pengalaman ruhani. Kemudian kedua, melalui beliaulah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal dibatalkan oleh Tuhan. Bukan karena manusia terlalu mahal untuk pengorbanan itu. Karena, bila panggilan Illahi tiba, tiada sesuatu pun yang mahal. Itu semua karena rahmat dan kasih Tuhan. Dan yang ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan bagaimana Tuhan menghidupkan yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh-Nya.
Ketuhanan Yang Mahaesa, kemanusiaan dan keyakinan akan adanya Hari Akhir adalah makna-makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji. Tanpa menghayatinya, ibadah tersebut tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia. Dengan Ketuhanan Yang Mahaesa, Ibrahim a.s. mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa, juga bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
Penguasa pada masanya, yang menyembah api, bertanya kepada Ibrahim : “Jika engkau enggan menyembah patung, mengapa tidak menyembah api?”
“Bukankah air memadamkannya?” jawab Ibrahim.
“Kalau demikian mengapa tidak saja menyembah air?”
“Bukankah awan yang mengandungnya lebih wajar darinya?”
“Kalau demikian sembahlah awan!”
“Angin yang menggiringnya lebih kuasa!”
“Kalau demikian mengapa tidak menyembah angin?”
“Manusia yang menghembuskan dan menariknya lebih mampu.”
Dialog di atas tidak dilanjutkan lagi, karena cukup sudah bukti bahwa manusia apabila merenung dan berpikir dengan cermat pasti akan sampai pada keyakinan tentang keesaan Tuhan.
Demikianlah cara Ibrahim menemukan keyakinan tauhid dan datang untuk mengubah wajah kemanusiaan. Benar bahwa sampai kini cukup banyak penemuan-penemuan manusia, namun “penemuan” Ibrahim merupakan penemuan makhluk manusia yang terbesar. Betapa tidak? Bukankah dengan mengenal Tuhan Yang Mahaesa manusia dapat mengenal jati dirinya serta mengenal dan mengatur hubungannya dengan alam?!
Dengan keyakinan itu, lahir keyakinan tentang persamaan dan bahwa semua manusia sama derajatnya dari segi kemanusiaannya. Ini dicerminkan, antara lain, dengan kewajiban memakai pakaian ihram bagi yang melaksanakan haji dan umrah, karena “pakaian biasa” seringkali menggambarkan perbedaan status manusia.
Dengan tauhid dan persamaan itu, neraca keadilan harus ditegakkan. Tetapi, karena di dunia, neraca tersebut seringkali diabaikan, maka kelak pasti ada hari tertentu di mana neraca tersebut ditegakkan. Inilah makna ibadah haji yang harus dirasakan oleh setiap jamaah dan pelaksanaannya pada sisa hidup adalah pertanda kemabrurannya.[]
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 203-205
Tidak ada komentar:
Posting Komentar