Perang dan perusakan di bumi tidak pernah luput sesaat pun dari pemberitaan media massa. Itulah kenyataan yang dialami umat manusia. Sebelum sengketa Iran-Irak terselesaikan, tiba-tiba dunia dikejutkan oleh krisis teluk. Belum lagi kecemasan karena krisis tersebut berlalu, tiba-tiba Israel mengejutkan dunia dengan kekejamannya terhadap orang-orang Palestina.
Ketika gaung kekejaman Israel masih keras terdengar dan persoalannya belum selesai dibahas oleh Dewan Keamanan PBB, tiba-tiba kita disuguhi lagi dengan berita dari Lebanon bahwa Kelompok Kanan diserang dari darat dan udara oleh Kelompok Pemerintah yang didukung Suriah. Dan di Mesir, berondongan senjata otomatis menumpahkan darah serta merenggut jiwa Ketua Parlemennya, bersama tiga orang pengikutnya.
Itulah sebagian berita perang dan perusakan di bumi yang disajikan oleh media-media massa sekaligus dicatat dalam lembaran-lembaran sejarah umat manusia. Ini baru di Timur Tengah, belum lagi di kawasan-kawasan lain, seperti di Asia, atau Amerika Latin. Apa arti itu semua?
Sebagai orang yang membaca Kitab Suci Al-Quran, peristiwa-peristiwa tersebut mengingatkan kita atas informasinya mengenai manusia, jauh sebelum makhluk ini diciptakan Tuhan. "Saya akan menciptakan khalifah di dunia," inilah firman Tuhan kepada para malaikat. Entah apa yang terbetik dalam benak malaikat, sehingga dengan nada semacam "keberatan" mereka bertanya: "Apakah Engkau akan menciptakan di sana (bumi, makhluk) yang akan melakukan perusakan dan pertumpahan darah?" (QS 2: 30). "Aku mengetahui apa yang kalian tidak tahu," jawab Allah. Sebuah jawaban yang dari celah-celahnya mengandung pembenaran dugaan malaikat. Namun demikian, di balik itu, ada pula suatu rahasia yang tidak terjangkau hakikatnya oleh para "pemrotes" tersebut.
Will Durant dan istrinya, Ariel, setelah menyelesaikan bukunya tentang peradaban manusia pada tahun 1968, berhenti sejenah dan bertanya, "Apa arti sejarah dan peradaban?" Sebagai jawabannya ditulislah The Lesson of History. Dalam buku tersebut, mereka menulis, "Sejak 3.421 tahun yang silam, dalam perjalanan sejarah, hanya 286 tahun yang berlalu tanpa perang."
Peradaban manusia silih berganti, jatuh dan bangun, namun gema pertanyaan malaikat dan jawaban Sang Pencipta masih segar dan tetap segar. Itulah pelajaran sejarah yang diinformasikan oleh Al-Quran dan dikukuhkan setiap saat oleh media massa.
Kita dapat bertanya dan berusaha menemukan jawaban berkaitan dengan apa yang dirahasiakan oleh Tuhan di atas. Namun, ada sesuatu yang pasti, yaitu bahwa manusia memperoleh anugerah dari Tuhan yang tidak diperoleh para malaikat dalam rangka penugasannya di bumi. Kalau langit dan bumi sejak diciptakannya telah menjadi arena pertarungan antara yang hak dan yang batil sehingga menimbulkan perusakan lingkungan dan pertumpahan darah, maka manusia dengan memanfaatkan anugerah tersebut diharapkan memihak kepada kebenaran sehingga dengan demikian mereka akan mampu meredam sampai sekecil-kecilnya kobaran api peperangan. Anugerah-Nya yang terbesar adalah agama. Tanpa anugerah ini, "Si miskin akan menyembelih si kaya," kata Napoleon.
Semua agama mencintai perdamaian, dan Islam sendiri berarti kedamaian, sementara iman adalah rasa aman. "Seorang Muslim adalah yang memelihara orang lain dari gangguan tangan dan lidahnya," demikian sabda Nabi saw. Inilah agama.
Namun sayang, yang melupakannya seringkali baru mengingatnya ketika mencari dalih pembenaran atas tindakan pertumpahan darah dan perusakan di bumi.[]
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 301-303
Tidak ada komentar:
Posting Komentar