Minggu, 09 Agustus 2015

Majelis Permusyawaran Rakyat

Kalau kita ingin menemukan kata kunci dari nama Majelis Permusyawaratan Rakyat dan faktor apa yang menentukan keberhasilannya, maka tidak syak lagi bahwa kata tersebut adalah "musyawarah".

Kata "musyawarah" sebagaimana halnya dengan kata lainnya yang membentuk nama lembaga itu terambil dari akar kata bahasa Al-Quran. Dalam berbagai kamus, kata "musyawarah" diartikan sebagai "berunding" dan "berembuk". Kata "musyawarah" sendiri pada mulanya sekaligus berarti "mengeluarkan madu dari sarang lebah".

Ada yang menarik dari asal kata ini yang agaknya menjadi pertimbangan Al-Quran ketika memilihnya untuk menunjukkan arti "membahas bersama dengan maksud mencapai keputusan dan penyelesaian bersama, dalam bentuk yang sebaik-baiknya."

Pertama, kaitannya dengan "lebah", yang sarangnya diperas agar diperoleh madu. Lebah adalah binatang yang sangat unik, memiliki disiplin dan kerja sama yang amat tinggi. Selain itu, masyarakatnya patuh dan yang menjadi pemimpinnya adalah seekor lebah betina. Kalau makna di atas, kita kaitkan dengan MPR, maka anggota-anggotanya adalah lebah-lebah itu.

Kedua, yang menarik dari makna asal kata "musyawarah" adalah madu yang dihasilkan oleh lebah. Madu tidak saja manis, tetapi ia adalah obat bagi banyak penyakit sekaligus sumber energi bagi yang meminumnya. Madu inilah yang dicari dalam "musyawarah", di mana pun ia berada dan siapa pun yang menemukannya. Kalau ini dikaitkan dengan MPR kita, maka "madu" itu adalah hasil-hasil yang diharapkan dari MPR. MPR antara lain akan membahas dan menetapkan GBHN. Ketetapan itu dirumuskan dengan kalimat-kalimat yang jelas untuk dijadikan pedoman bagi mandataris MPR dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Nah, berbicara mengenai "kalimat", menarik untuk diketengahkan bahwa Kitab Suci umat Islam mempersamakan "kalimat" dengan "pohon". Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan, kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya setiap saat dengan seizin Tuhannya (QS 14: 24).

Ada juga yang dinamainya al-syajar al-akhdar (pohon hijau), yang menurut Al-Quran adalah sumber energi (lihat QS 36: 80). Para ilmuwan pun berpendapat demikian. Mereka memperkenalkannya dengan istilah klorofil. Tanpa klorofil, kehidupan manusia---bahkan makhluk hidup lainnya---dapat terancam. Karena itu, bersyukurlah atas kehadirannya, dan kita harus pandai menjelaskan dengan berbagai cara yang bijaksana bahwa warna hijau pada pohon adalah untuk kepentingan seluruh makhluk hidup.[]

M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 375-377.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...