Senin, 31 Agustus 2015

Wukuf di Arafah

Berkunjung ke Makkah “Baitullah” untuk melaksanakan haji adalah dambaan setiap muslim, tapi tidak semua memperoleh dambaannya. Ada pesan ulama yang menyatakan: Kalau Anda tak dapat bekunjung ke rumah kekasih, maka undanglah kekasih ke rumah Anda. Yakni kalau Anda oleh satu dan lain hal tidak dapat berhaji maka hadirkanlah Allah dalam benak Anda, ketika itu Anda akan lebih berbahagia ketimbang yang berkunjung ke rumah kekasih tetapi ditolak, dianggap tidak menemui kekasih.

Inti ibadah haji adalah wukuf di Arafah. “al Haj ‘Arafah,“ Demikian sabda Nabi saw. Wuquf berarti “berhenti“ walau sejenak. Dari segi pandangan hukum Islam, siapa yang berhenti walau sejenak di Padang Arafah setelah tergelincirnya matahari 9 Dzulhijjah, maka wukufnya dapat dinilai shahih, walau yang dituntut oleh hukum Islam demi kesempurnaan wukuf adalah keberadaan di tempat ini walau sesaat sebelum matahari terbenam sampai dengan walau sesaat sesudah terbenamnya. Mengapa walau sesaat, karena sesaat atau sedikit dapat menghasilkan atau mengakibatkan banyak dan langgeng jika itu diberkati atau dikehendaki Allah.

Rasul saw. berpesan: “Ada saat-saat dalam perjalanan masa ini di mana Allah menganugerahkan aneka anugerah, maka berusahalah menemukan saat-saat itu.”

Salah satu saat itu adalah saat wukuf di Arafah. Karena itu sekali lagi kita garisbawahi apa yang dikemukakan di atas, bahwa wukuf telah sah walau sejenak, karena sejenak pada saat datangnya anugerah Allah itu–bila kita memanfaatkannya dengan baik– sudah cukup untuk mengubah hidup kita menjadi jauh lebih baik.

Di tempat wukuf, Allah menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat mengantar pikiran dan jiwa agar lebih terarah kepada pencapaian kesempurnaan kita sebagai makhluk dwi dimensi; Makhluk yang diciptakan Allah dari debu tanah dan Ruh Ilahi tapi bukan untuk menetap di dunia melainkan membangunnya guna mengekalkan kita di akhirat.

Padang pasir yang terbentang luas di mana berkumpul sekian banyak manusia dengan aneka suku, bangsa, latar belakang kedudukan sosial dan taraf hidup, mengantar yang berhaji menyadari tentang padang Mahsyar di mana semua manusia akan berkumpul di hadapan Allah di hari kiamat itu.

Pakaian para pria berupa dua helai kain tanpa berjahit. Itu serupa dengan yang akan membungkus badan kita meninggalkan dunia yang fana ini. Lantunan Talbiyah, yang menyatakan kehadiran ke baitullah demi karena Allah sambil mengakui nikmat dan kebesaran-Nya, bertujuan menimbulkan suasana kebatinan yang mengantar seseorang berusaha mengenal diri dan dosa-dosanya serta menyadari kehadiran Allah serta keharusan mendekat kepada-Nya.

Nah, yang tidak berada di sana, cobalah “berwukuf“, yakni menghentikan walau sejenak hiruk pikuk kesibukan. Tenangkan jiwa, merenunglah. Insya Allah ketika itu Anda akan mendengar suara yang mengantar Anda merasakan kehadiran Allah swt. dan dorongan untuk berinteraksi dengan-Nya.

Jika saat merenung Anda menemukan kegelapan di hati Anda akibat dosa-dosa yang telah diperbuat, maka jangan cemas, bahkan optimis dan yakinlah bahwa dengan merasakan kegelapan ini maka pada hakikatnya terdapat cahaya di hati Anda, karena tanpa cahaya itu Anda tidak menyadari kegelapan. Pada saat itu berusahalah menemukan cahaya itu serta menemukan apa yang didambakan oleh jiwa, karena tidak ada gunanya menemukan cahaya tanpa menemukan apa yang dicari.

Interaksi dengan Allah itulah yang menjadi pembuka hati dan kebahagiaan hidup, sehingga seseorang akan selalu merasa ramai walau sendirian, berani walau tanpa kawan, dan kaya walau hampa tangan. Sedang yang tidak memiliki jalinan hubungan akan selalu merasa berkekurangan walau hartanya bergelimang, akan selalu khawatir walau dijaga pengaman, dan jiwanya selalu gersang walau berada dalam keramaian.

Semoga kita semua berhasil bertemu dengan kekasih, karena tanpa “bertemu” dan “menemukan cahaya itu”, maka substansi wukuf belum lagi diraih. Demikian, Wa Allah A’lam. [M. Quraish Shihab]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...