Beberapa kali saya bertemu Mbah Maridjan. Jauh sebelum Mbah Maridjan diperlakukan khalayak sebagai ”selebriti” dan kemudian membuat yang bersangkutan cenderung agak menutup diri, saya diperkenalkan kepadanya oleh teman-teman seniman. Kami ngobrol gayeng di rumahnya yang sederhana di lereng Merapi. Perbincangan dalam bahasa Jawa.