Jumat, 28 Agustus 2015

Berbekal ke Rumah Tuhan

Jamaah haji adalah tamu-tamu Allah. Dia yang mengundang mereka melalui pesuruh-Nya, Ibrahim a.s. Adapun pesan-Nya kepada para undangan adalah "Datanglah dengan membawa bekal" (QS 2: 197), dan bekal itulah kelak yang akan menentukan "layanan Tuan rumah" kepada para tamu. Rumah-Nya yang tanpa warna-warni mengesankan kesederhanaan, Namun demikian, bangunan itu dapat mengarah ke mana saja. Dari mana pun Anda masuk - selama membawa bekal - Anda akan Diterima-Nya.

Ada tata-cara "protokoler" yang ditetapkan-Nya, tetapi pasti menimbulkan tanda tanya - atau bahkan mungkin tawa - jika bekal yang dibawa tak cukup. Betapa tidak? Para tamu diminta mengelilingi rumah, mondar-mandir antara dua bukit, melontar dengan batu-batu kecil, mencium batu hitam, pakaian yang dikenakan pria tidak boleh berjahit, alas kaki jangan menutup mata kaki, dan bila pakaian telah dikenakan tidak boleh berhias lagi. Bersisir, menggunting kuku, dan mencabut bulu pun bila dilakukan akan terkena denda, lebih-lebih lagi bercumbu, membunuh binatang, maupun mencabut tumbuhan.

Di sekeliling rumah-Nya banyak sekali pengunjung, sehingga banyak kepentingan yang dapat berbenturan. Di samping itu ada juga penggoda, bahkan iblis dan setan pun cukup banyak yang berkeliaran menanti mangsa atau mencari pengikut. Di sini, kalau bekal tak cukup, bukan Rumah Tuhan yang dijumpai, tetapi sarang iblis yang akan kita huni.

Bekal yang terbaik adalah takwa (QS 2: 197), inilah pesan-Nya menjelaskan jenis bekal. Takwa adalah nama bagi kumpulan simpul-simpul keagamaan yang mencakup antara lain pengetahuan, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jati diri, serta persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah SWT.

Dengan bekal pengetahuan, sang tamu akan sadar bahwa apa yang dilihat dan dilakukannya merupakan simbol-simbol yang sarat makna, dan apabila dihayati akan mengantarkannya masuk ke dalam lingkungan Ilahi: Ia akan menyadari, misalnya, bahwa rumah-Nya yang mengarah ke segala arah itu melambangkan Allah yang berada di segala arah. Dan ketika kesadaran ini muncul, tanpa segan, para tamu akan mencium atau - paling tidak - melambaikan tangan ke batu hitam tersebut. Karena itulah lambang 'Tangan Tuhan" yang diulurkan untuk menerima para tamunya yang mengikat janji setia.

Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah, para tamu akan menanggalkan akribut atribut "kebesaran" pada saat ia menanggalkan pakaian sehari-harinya dan mengenakan pakaian ihram. Sejak saat inilah ia tidak akan cepat tersinggung, apalagi marah, karena rasa kebesarannya telah pupus sejak ia memiliki bekal itu.

Langkah pertama untuk memperoleh dan memelihara bekal itu adalah meluruskan niat Karena itu, singkirkanlah segala rayuan, hapus semua iming-iming duniawi, dan hadapkan wajah kepada-Nya semata.

"Nilai setiap perbuatan ditentukan oleh niat pelakunya," ini keterangan Rasul-Nya, Muhammad saw. Karena itu pula sejak dini dipesankan: Sempurnakan haji dan umrah demi karena Allah semata (QS 2: 196).[]

M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 200-202

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...