Dialog berikut terjadi antara seorang kakek dengan seorang penguasa dinasti Bani Abbas.
"Berapakah umur kakek?" tanya sang penguasa.
"Sepuluh tahun," jawab sang kakek.
"Jangan berolok-olok," sergah sang penguasa.
"Benar tuan, umurku baru sepuluh tahun. Enampuluh tahun dari usiaku, kuhabiskan dalam dosa dan pelanggaran. Baru sepuluh tahun terakhir ini aku mengisi hidupku dengan hal-hal yang memakmurkannya," jawabnya.
Penjelasan sang kakek di atas sungguh benar dan sejalan dengan hakikat pertanyaan sang penguasa. Karena kata umur diambil dari akar kata yang sama dengan ma'mur sehingga keduanya harus menggambarkan kemakmuran serta kebahagiaan dan kesejahteraan jasmani dan ruhani. Di sini terlihat bahwa aktivitas manusia mempunyai kaitan yang erat dengan umurnya, bahkan jauh lebih dari itu adalah dalam hal panjang dan pendek usianya.
Hemat saya, banyak di antara kita yang keliru dalam memahami penegasan Allah, berikut ini: Jika ajal telah datang maka usia tidak dapat ditunda dan tidak pula ia dapat dipercepat (QS 7: 34). Kesalahpahaman tersebut mengantarkan kita kepada penolakan usaha "memperpanjang usia" atau mempersalahkan redaksi yang menyatakan: "Pemerintah telah berhasil menekan angka kematian dan memperpanjang harapan hidup."
Benar, kita memang harus yakin bahwa usia berada di tangan Tuhan. Tetapi ini tidak berarti bahwa usaha untuk "memperpanjangnya" tidak akan berhasil. Usaha akan berhasil bila direstui Allah dalam arti sesuai dengan sunnatullah. Apa pun usaha manusia selama sejalan dengan sunnatullah pasti berbuah, termasuk usaha memperpanjang usia.
Nabi saw. mengajarkan salah satu bentuk usaha tersebut: Siapa yang berkeinginan diperpanjang usianya serta diperluas rezekinya, maka hendaklah ia menghubungkan silaturahmi. Agaknya hadits Nabi ini sejalan maknanya dengan anjuran para dokter dan pengusaha, yaitu "hindarilah stres dan jalin hubungan yang akrab, niscaya rezeki akan datang melimpah dan hidup menjadi tenang sehingga usia dapat bertambah."
Sangat menarik ketika diamati bahwa dalam Al-Quran tidak dijumpai satu kalimat pun yang dapat diterjemahkan dengan "Saya (Tuhan) memanjangkan usia." Redaksi yang digunakan Al-Quran adalah: Kami memanjangkan usia (QS 35: 37 dan 36: 68) atau Siapa yang diperpanjang usianya (QS 2:96 dan 35: 11). Bukankah redaksi-redaksi tersebut memberi kesan bahwa manusia dapat mempunyai keterlibatan dan usaha demi panjang atau pendek usianya?
Rupanya kita masih harus banyak belajar dan berusaha sehingga tidak membiarkan Tuhan bekerja sendiri. "Ikatlah terlebih dahulu untamu, kemudian serahkan (sisa usaha menjaganya) kepada Allah," demikian sabda Nabi saw.
Marilah kita berusaha untuk memperoleh usia yang panjang dan umur yang banyak bagi diri kita masing-masing, masyarakat bangsa kita, bahkan umat manusia seluruhnya.[]
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 118-120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar