Hal ini menimbulkan terjadinya semacam pemerkosaan terhadap ayat-ayat Al-Quran. Tuntutan tersebut lahir dari asumsi yang keliru, yang menyatakan bahwa “Al-Quran mengupas dan menyinggung segala macam persoalan yang dihadapi oleh umat manusia.”
Para pengabul tuntutan tersebut lupa bahwa prinsip-prinsip pokok agama serta jiwa dari ayat Al-Quran dan hadis dapat dijadikan landasan berpikir serta argumentasi keagamaan guna menjawab semua persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, bukannya dengan menggunakan ayat yang tidak pada tempatnya.
Ambillah contoh menyangkut kebijaksanaan kependudukan. Di sini kita cukup memperhatikan bagaimana Allah SWT mengelola alam raya ini dengan penuh keteraturan, keseimbangan, keserasian, dan perhitungan yang sangat teliti. Yang demikian itu merupakan ciri segala sesuatu dari unit yang terkecil di alam raya ini sampai dengan yang terbesar, dan yang demikian itu pula yang diharapkan dari umat manusia dalam segala usahanya.
Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan yang sangat teliti. Tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan tunduk kepada-Nya. Dia meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca perimbangan supaya kamu tidak melampaui batas neraca itu (QS 55: 5-8).
Banyak sekali ajaran agama yang pelaksanaannya didasarkan atas perhitungan yang sangat teliti dan dilaksanakan dengan seimbang. Shalat, zakat, puasa, dan haji adalah contoh-contoh yang sangat jelas.
Sangat tercela jika kemampuan material seseorang atau kapasitas ruangan yang tersedia hanya untuk sepuluh orang, misalnya, kemudian mengundang lima belas orang. Tindakan tersebut tercela karena mengabaikan faktor keseimbangan.
Pengaturan dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga dituntut oleh ajaran Islam. Hal tersebut lahir dari rasa cinta terhadap anak keturunan dan tanggung jawab terhadap generasi. Bukankah Al-Quran menamakan anak sebagai “buah hati yang menyejukkan” (QS 25: 74), serta “hiasan kehidupan dunia” (QS 18: 46)? Bagaimana mungkin mereka menjadi “buah hati” dan “hiasan hidup” jika beban yang dipikul orangtuanya melebihi kemampuannya? Bukankah kita dianjurkan untuk berdoa: Ya Tuhan kami, janganlah bebani kami dengan apa yang kami tak sanggup memikulnya (QS 2: 286)?
Demikian saya memahami pandangan Al-Quran tentang kependudukan dan KB, dan tidak dengan menafsirkan satu ayat untuk mendukung ide yang baik tersebut.[]
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 249-251.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar