Sabtu, 18 Juli 2015

Kebahagiaan

Al-Quran Al-Karim melukiskan manusia yang dikendalikan oleh nafsu atau dikuasai oleh bayangan kemampuan material yang dimilikinya, sebagai "sangat angkuh dan berlaku sewenang-wenang", "menduga bahwa kemampuannya akan mengekalkannya", dan "akhirnya ia berpaling membelakangi Tuhannya".

Will Durant berpendapat: "Agama tidak dapat tumbuh subur pada saat di mana kemajuan material membumbung tinggi. Karena, ketika itu, manusia biasanya membebaskan diri dari ikatan-ikatan keruhanian bahkan menciptakan falsafah dan pandangan hidup yang dijadikan dalih untuk menanggalkan tuntunan-tuntunan agama."

Pandangan pakar yang hidup di tengah-tengah peradaban Barat ini terbukti kebenarannya di Barat dan sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh AI-Quran di atas. Ini tentu bukan berarti bahwa Al-Quran menilai harta benda sebagai sesuatu yang jelek dan harus dihindari. Tidak! Al-Quran menamai harta dengan al-khair yang berarti "kebaikan" (lihat QS 2: 180). Yang dikecam adalah perlombaan penumpukannya guna berbangga, berfoya-foya, dan mengabaikan kelompok yang miskin.

"Salah satu yang paling kutakuti menimpa kalian adalah gemerlapan harta benda," demikian sabda Nabi saw.

"Apakah al-khair (sesuatu yang baik) berbuah kejelekan?" tanya seseorang kepada Nabi.

Nabi tidak menjawab dan sahabat-sahabat yang berada di sekitar si penanya menoleh kepadanya sambil berkata: "Apa yang Anda lakukan sehingga Nabi tidak menghiraukan Anda?"

Tetapi sejenak kemudian mereka melihat keringat bercucuran di wajah Nabi. Rupanya beliau sedang menerima wahyu.

"Mana si penanya tadi?" tanya Nabi. "Kebaikan tidak membuahkan kecuali yang baik jua. Tetapi, ada tumbuhan yang dapat membinasakan, ada binatang yang melahapnya sehingga kenyang bahkan melampaui batas, sehingga kotorannya berceceran di sana-sini. Ini yang membinasakan."

Demikianlah suatu contoh sangat indah yang dijelaskan oleh Nabi saw.

"Jika Anda melahap suatu makanan maka Anda merasakan kelezatan. Tetapi, jika Anda dengan sukacita menyerahkan (walaupun sebagian)-nya maka Anda merasakan kebahagiaan, atau paling tidak, Anda memberi kebahagian."

Kebahagiaan adalah dambaan setiap insan, tetapi bersediakah kita menangguhkan sementara hak-hak kita dan melaksanakan sesuatu yang melebihi - meskipun sedikit - dari kewajiban kita? Bersediakah kita memandang dan memperlakukan orang lain tidak jauh berbeda dengan perlakuan terhadap diri kita? Memandang di sini bukan hanya ke wajah mereka tetapi juga ke lubuk hati mereka yang membutuhkan bukan hanya senyum dan kata manis, tetapi juga uluran tangan.

Bersediakah kita menghayati bahwa kehadiran kita di pentas dunia ini bukan sekadar untuk memperoleh sesuatu darinya, tetapi memberi sesuatu kepadanya? Mampukah kita melupakan apa yang pernah kita lakukan untuk orang lain dan mengingat apa yang pernah mereka lakukan? Bersediakah kita menilai bahwa kemajuan dan kebahagiaan tidak diukur dengan penambahan kekayaan, peningkatan pelayanan serta kecepatan bergerak, tetapi juga kebebasan dari rasa takut terhadap penderitaan dan kecemasan lahir dan batin.

Apakah itu berat untuk dilakukan? Empat hari - untuk berbuat kebaikan - dalam seminggu pun sudah cukup. Karena orang yang berbahagia - menurut Al-Quran - adalah orang yang nilai kebaikannya lebih berat - walaupun sedikit - dari kejelekannya. Empat hari adalah setengah dari tujuh (satu minggu) ditambah
setengah hari.[]

M. Quraish ShihabLentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 134-136

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...