Orang-orang menyebutnya Bu Ali. Seorang perempuan tua, lengkap dengan guratan ketuaan di wajahnya, yang saban hari masih aktif berkeliling menarik kotak Yakult yang dijualnya. Tak ada yang tampak istimewa dari perempuan itu sampai kita mendengar sepenggal kisah dari kehidupannya. Begini;
"Suatu hari, orang-orang ribut. Katanya, ada bayi ditemukan di tempat sampah. Saya dipanggil karena saya dukun pijat bayi. Saya datang. Bayi itu dibungkus dengan kain ulos Batak. Waktu saya buka, masya Allah, bayi itu tidak punya kulit. Jadi bayinya merah daging, dengan di beberapa bagian telah menggembung ...."
Bu Ali membawa pulang bayi itu. Ia sempat membawanya beberapa kali ke klinik. Entah penanganan apa yang diberikan. Yang pasti akhirnya bayi itu tetap kembali ke pangkuan Bu Ali, yang terus berpikir keras menyelamatkan sang bayi. Sebagai alas tidur bayi, ia menyiapkan daun pisang. "Saya takut badannya lengket kalau alasnya kain." Tentu ia harus mencari daun pisang setiap hari, sebagaimana halnya menyiapkan air hangat buat mandi sang bayi.
Tak ada orang lain yang sanggup memandikan bayi itu. Perasaan jijik dan tidak tega bercampur menjadi satu. Para tetangga saban waktu datang ke rumahnya, sekadar untuk melampiaskan rasa ingin tahu, lalu bergidik 'hiii ....' Dengan tangan telanjang Bu Ali mengusap setiap senti daging merah bayi itu. Masih ada semacam kulit tipis di beberapa bagian tubuh bayi itu. Kulit tipis itu mengelupas saat dimandikan. Begitu pula kuku-kuku tangan dan kakinya. Usai memandikan, ia akan mengusap seluruh permukaan tubuh bayi itu dengan minyak zaitun, lalu menjemurnya di sinar matahari.
Getah bening akan keluar dari seluruh permukaan daging itu. Bu Ali akan mengelapnya hingga bersih, sebelum mengusapnya kembali dengan minyak bayi. Bila malam, ia akan mengusapnya dengan semacam talek bayi.
Hari demi hari Bu Ali melakukan itu. Beberapa bulan ketekunannya berbuah. Lapisan kulit tipis menutupi daging itu. Secara berangsur kulit itu menebal menjadi kulit normal yang terang. Dengan segala kekurangannya, Bu Ali merawatnya hingga kini menjadi pemuda yang keren dan jenius. Selangkah lagi bayi buangan tak berkulit itu akan menjadi sarjana dari sebuah universitas negeri.
Bukan kali ini saja Bu Ali mengasuh anak. Ada bayi yang diasuhnya setelah sang ibu diusir dan terpaksa menggelandang di pasar. Ada anak tanggung yang bingung di jalanan karena ditinggal begitu saja oleh pamannya. Anak-anak itu ditampungnya hingga dewasa dan mendapat kerja. Kini Bu Ali harus mengasuh tiga cucunya. Ibu anak itu meninggal setelah lama dirawat di rumah sakit. Ia dihajar suaminya, begitu memergoki sang suami itu berzina di kamarnya sendiri. Bu Ali juga harus pasang badan sendirian menghadapi puluhan warga RT tetangga yang ingin membongkar warung kecil penopang ekonomi keluarganya. Penghasilan suaminya sebagai pekerja di pompa bensin kecil, jauh dari memadai.
Ia memang bukan Tjoet Nya' Dhien, Nyi Ageng Serang, atau Joan D'Arch. Tapi, ia juga seorang perempuan perkasa. Sebuah model keperkasaan yang ditunjukkan secara luar biasa oleh Khadijah. Khadijah, di usianya yang lebih dari setengah abad, pulang balik mendaki Gunung Nur mengantarkan makanan bagi suaminya, Muhammad SAW, berkontemplasi di sana. Ia yang selalu membesarkan hati Nabi, baik saat gamang karena wahyu lama tak turun, maupun saat penistaan dan pengucilannya di Makkah.
Keperkasaan serupa ditunjukkan oleh Ummu Salamah yang dinikahi Nabi setelah Khadijah wafat. Di Hudaibiyah, ketika para sahabat memboikot seruan Nabi karena menolak perjanjian dengan Quraisy, Ummu Salamahlah yang menjadi pemberi solusi.
Keluarga, masyarakat, bahkan negara akan berjaya bila perempuannya perkasa. Itu yang diajarkan agama. Keperkasaan perempuan pula yang menjadi salah satu kunci kejayaan bangsa Cina kini. Itu terjadi setelah Mao melarang pemakaian sepatu kecil yang membelenggu kaki perempuan.
Mao juga mendorong para perempuan aktif mengaktualisasi diri, dan bukan untuk bermanja menikmati menjadi penghibur (dan kadang sasaran pelecehan) suami. Figur Khadijah cukup menginspirasi bangsa ini untuk menjadikan para perempuannya perkasa seperti Bu Ali. Itu yang akan menjadikan rumah-rumah tangga, masyarakat, bahkan bangsa berjaya dan bahagia.
Oleh: Zaim Uchrowi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar