Minggu, 26 Juli 2015

Hidup Itu Dua Kali

Para syuhada yang gugur di medan juang, pada hakikatnya masih terus dan akan terus hidup. Memang, hidup menurut Al-Quran tidak hanya sekali tetapi dua kali: Wahai Tuhan kami, Engkau hidupkan kami dua kali dan mematikan kami dua kali pula... (QS 40: 11).

Hidup itu dua kali dan jenisnya juga beraneka ragam. Ada hidup tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, dan ada pula hidup Tuhan. Kemudian ada hidup duniawi dan ada pula hidup ukhrawi. Ada orang yang masih beredar darah dan berdenyut jantungnya tetapi dinilai telah mati (QS 35: 22), dan ada pula yang otak dan jantungnya tidak berfungsi lagi, namun di sisi Tuhan ia masih hidup dan memperoleh rezeki-Nya (QS 3: 169).

Hidup yang pertama sangat singkat dibanding dengan hidup kedua yang abadi itu. Namun, nilai hidup kedua ditentukan oleh pandangan kita dan buahnya terhadap hidup itu sendiri. Kedua hidup pada hakikatnya berkesinambungan, namun semakin tinggi nilai hidup seseorang, semakin bebas ia dari kebutuhan-kebutuhan hari ini, esok, bahkan kebutuhan hidup di dunianya. Itu sebabnya, hidup yang kedua – hidup di sana – merupakan hidup sempurna, karena seseorang akan merasa bebas dari segala macam kebutuhan; bebas dari kebutuhan fa'ali karena semuanya tersedia dengan melimpah, dan bebas pula dari rasa sedih dan takut, karena tidak ada sesuatu yang perlu disesali dan tidak ada pula yang dapat dikhawatirkan. La khaufun 'alaihim wa la hum yahzanun (QS 2: 62, 122. 262, 274, 277), menurut bahasa Al-Quran.

Seseorang di sini tidak dapat hidup bebas dari kodratnya sebagai makhluk sosial. Ia harus bekerja sama demi kelangsungan hidupnya di sini. Di samping sebagai makhluk pribadi, ia juga dituntut untuk menjadi makhluk sosial. Di sini, di samping ia bertugas mengembangkan kemanusiaan dalam dirinya sendiri, ia juga dituntut untuk mengembangkan kemanusiaan itu di tengah-tengah masyarakatnya.

Ia membutuhkan ilmu; ilmunya amat berguna baginya dan bagi orang lain. Tetapi, di sana, tidak ada lagi kerja sama, masing-masing akan datang sendiri-sendiri – ilmu, bahkan iman sekalipun, sudah tidak akan memberi manfaat. Itulah sebagian arti kebebasan bagi hidup yang sempurna dan yang tidak akan diraih kecuali di sana oleh mereka yang beriman dan beramal saleh.

Iman dan amal saleh – dalam hidup pertama – menentukan luasnya wilayah hidup satu pribadi. Ia dapat meliputi bulatan bumi bahkan melebar dan meluas hingga mencakup alam ruhani. Iman menuntun pemiliknya ke arah yang sebenarnya dan membuka baginya tabir kegelapan. Ilmu hanyalah memberikan ketenangan lahiriah semata, dan imanlah yang menghasilkan ketenangan batin. Dengan kata lain, ilmu memberi kekuatan, dan iman memberikan harapan.

Hakikat-hakikat di atas berulang-ulang ditekankan oleh Al-Quran: "Hai manusia, jangan menduga engkau akan mampu meraih hidup tanpa iman dan amal saleh... Jangan menduga engkau mampu membelah lautan sendirian... Engkau harus meletakkan tanganmu bersama tangan yang lain...dan jangan lupa bahwa kelestarian iman disuburkan oleh cobaan...melestarikannya lebih berat daripada memulainya."[]

M. Quraish ShihabLentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 121-123

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...