''Kaum laki-laki itu adalah pemimpin (qawwamun) bagi kaum perempuan.'' (QS An-Nisa[4]:34)
Ayat di atas ketika menyatakan suami adalah pemimpin istrinya, tidak menggunakan kalimat ar-rijalu saadatun ala nisa (lelaki adalah tuannya perempuan), tapi menggunakan kata qawwamun (Penanggung Jawab). Secara bahasa, kata qawwamun adalah yang lebih layak untuk berdiri atas sesuatu, sebagai penanggung jawab untuk memikulnya dan menajaganya. Sehingga suami adalah yang bertaggung jawab memberikan nafkah, memberikan bimbingan dan arahan, mendengarkan segala keluhan dan masalah-masalahnya, menghindarkan dia dari perbuatan maksiat dan membimbingnya untuk senantiasa taat kepada Allah SWT.
Kata qawwamun dalam Alqur`an menunjuk kepada makna mubalaghah (lebih). Inipun bukan menunjuk kepada lebih segalanya dari perempuan, di mana dengan kepemimpinannya suami berhak berbuat semena-mena, walau sampai harus melanggar hak-hak istri.
Kepemimpinan seorang laki-laki terhadap perempuan bukanlah ketetapan untuk menjadi diktator, dan bertindak tanpa batas. Itu hanya keutamaan yang Allah berikan kepada laki-laki, karena mereka mempunyai kelayakan untuk menjadi pemimpin dibandingkan perempuan.
Kepemimpinan seorang laki-laki bukanlah suatu tanda yang menunjukan laki-laki lebih mulia dari perempuan di hadapan Allah. Melainkan cuma pembagian tugas Allah SWT terhadap mahluknya. Rasulullah bersabda kepada Asma bin Umais ketika dia merasa amalan perempuan tidak sebanding dengan laki-laki ''Wahai perempuan, fahamilah dan ketahuilah oleh kalian semua, kesetiaan sejati kepada suami, mengharap ridhanya, dan mengikuti apa-apa yang telah disepakati, itu sudah menjadikan amalan-amalan kalian sederajat dengan mereka di hadapan Allah SWT,'' (HR. Thabrani)
Dalam hadis lain Rasullulah menyatakan sebenarnya laki-laki dan perempuan adalah pemimpim, namun mereka mempunyai tugas yang berbeda. ''Setiap diri kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan diminta pertanggungjawaban kepemimpinannya. Seorang perempuan merupakan pemimpin bagi rumah suaminya dan (juga) akan diminta pertanggungjawaban kepemimpinannya.'' (HR Bukhari-Muslim).
Dengan pembagian tugas yang saling melengkapi, sebenarnya Allah SWT ingin mencipatakan keharmonisan dan keseimbangan dalam kehidupan. Wallahu a`lam bi ash-Shawab.
Oleh: Rifqi Fauzi
Dikutip dari Republika, Senin, 06 Agustus 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar